Burung Kuning Terbang Indah Sekali





Sumber: Google
            Hidupku penuh dengan misteri, seperti halnya cinta yang misterius, kelabu. Mungkin karena dia ini semua, sanggup terjadi. Bahkan tanpa dia, bisa dikatakan aku dan ini, berlembar lembar tinta ini tak sanggup diadakan. Cinta memang begitu indah. Membuat sakit takkan terasa sakit, karena sanggup dibuat nyaman dan terbiasa oleh topping cinta. Ini baru topping-nya, apa lagi ketika cinta menjadi isi dari semua bagian kehidupanku. Semoga saja.
            Malam itu, sunyi terasa lebih memekatkan jiwa, hingga raga tak sanggup mengadakan kehadirannya. Suara nyiur jangkrikpun enggan terdengarkan. Sebuah panggung kafe yang sekarang, tinggal lampu dan remang-remangnya, menjadi temanku bersaksi dalam kebisuan untuk cintaku. Gerah merusak suasana hati, tak jelas menentu, tak kuasa menahan apa yang terjadi . Sepertinya akan lebih indah kalau malam ini ditemani sang bulan. Ternyata bulanpun juga terasa seakan sendirian, tidak ada bintang yang menemani. Sungguh memelas, bagaikan tumpukan daging ini sudah tiada harganya lagi. Memandang duniapun tiada bernafsu. Andaikan...
            Burung kesayanganku sudah bisa terbang bebas dan bahagia dengan pasangannya, di alam bebas. Ia bercorak kuning ke putih-putihan dengan wajah yang unik tiada duanya, seolah senyum tercetakkan dalam tampang wajahnya. Pampangnya masih jelas dalam sanubari. Entah kenapa ketika aku melihatnya, tak terasa bibir menjadi tertarik dan melebar dengan sendirinya. Terakhir kulihat dia menari dengan lincah, hingga menimbulkan pelangi terpampang dalam latarnya. Namun kali ini aku lihat suatu keanehan. Burung kesanganku bersolek dengan pasangannya dan diunggah ke media sosial.
             Tanpa ragu dia memampangkan diri bersama dan menuliskan sebuah tulisan apresiasi kecintaannya terhadap si Do’i. Aku tidak akan melarang. Iri hatipun tidak, jangankan melarang, apalah hakku juga apalah dayaku. Aku bingung, mau ketawa, apa mau ketawa kemudian menangis. Padahal sebelum dia pergi aku sudah sering ber-weling untuk tidak membikin keonaran yang membut merosotnya nilai moral alias meniadakan nilai etis. Mana ada burung berfoto dengan pasangannya dan diunggah untuk dijadikan status, seperti manusia saja.
            Yang aku takutkan itu, ketika burung lain melihat hal ini dan iri. Hasil terburuknya ialah semua burung ikut memposting foto dengan pasangannya dan kemudian distatuskan. Bisa jadi ada yang berinovasi karena tidak terima hanya foto bersama saja, berkikuk dan kemudian difoto dan uplod yang kemudian distatuskan, disebarkan, dan viral. Nah lo repot dong kalau kaya gini, bisa jadi juga hewan lain akan iri dan meniru akan hal ini. Sedang manusia yang menjadi penemu hal ini akan kalah dengan mereka.
            Burung memang akan lebih indah ketika ia terbang bebas dengan alamnya, karena kepakannya tak terhalang dan tak sanggup dirusak oleh apapun hingga akhirnya berkembang secara sempurna. Namun juga, tidak sampai kebebasan untuk yang seperti ini. Sebagai yang pernah merawatmu dan masih merasa bertanggung jawab atas mu, akan ku usahakan semuanya untuk kebaikanmu yang menurutku baik.
            Kucoba kirimkan beratus-ratus salam tanggung jawabku. Namun apa daya tukang korannya tidak mau menerbitkan salamku untukmu. Padahal, sudah aku tuliskan langsung dengan pena dan kertas serta kata-kata yang keluar langsung dari lubuk hatiku, sedikit sayang kuteteskan. Tukang koran memberitahuku supaya untuk lebih populis, lebih keren, lebih berguna untuk orang banyak, dan lebih banyak membaca tulisan orang sono biar kaya orang pinter. Pun nasihat tukang koran sudah aku turuti.
            Tak sampai juga salamku dan masih tersangkut di tukang koran sialan. Akupun perbanyak baca buku orang sono biar kelihatan kaya orang pinter seperti kata tukang koran tadi. Setelah banyak buku yang kubaca hingga aku benar-benar menjadi orang pinter dan kaya orang sono, akhirnya aku mendapat ilham untuk tidak menuliskan salamku lewat tukang koran lagi.

           
           Akanku rapikan salamku kata demi kata, bait demi bait, dan paragraf demi paragraf tak lupa ku bumbui rasa di dalamnya, agar lebih masyhul. Menjadi sebuah kitab suci, atas kertas yang tersusun rapi dan kemudian dijilid. Akhirnya ku kemas dan kubawa kemanapun, barangkali nanti saat aku bertualang, sepertimu, akan berjumpa denganmu.

            Setelah semula aku merasa tak sanggup untuk tertidur, karena kaget melihat statusmu. Hati ini iri dengan bulan yang tak merasa kesepian walau sendirian, tetap tegar dan senantiasa menerangi bumi walau hanya menerima pancaran sinar dari matahari yang sementara. Mata inipun mulai memejamkan mata. Kuletakkan kepala dalam persila-an tangan dan kusandarkan pelan-pelan ke atas meja yang kulihat tadi berada di depanku.
 


Ajip~Surakarta, 3 Mei 2016


share with URL ^_^ . Keep Reading >> http://ajipgo.blogspot.com/

Comments

Popular posts from this blog

Wonosobo dan Kebebasan

Indonesia, Taiwan, dan Mahasiswa