Indonesia, Taiwan, dan Mahasiswa



Sebuah falsafah Jawa mengatakan, “tresna kui jalaran saka kulina” yang mana itu berarti cinta itu berdasar karena asas kebiasaan. Tak ayal lagi ketika sudah bersama-sama selama setahun yang lebih tepatnya itu dua semester musim perkuliahan di Kampus tercinta Cheng Shiu University, merasa sudah seperti saudara-satu dengan yang lainnya. Yang tua akan melindungi yang muda, yang lebih pandai akan mengajari yang kurang pandai. Yang bisa memasak akan mengajari pun atau memberikan masakannya kepada yang tidak bisa masak, yang rejeki berlebih akan memberikan kepada yang kekurangan.
Kami sejumlah 39 orang berangkat dari Indonesia, yang kesemuanya berasal dari daerah yang berbeda-pun juga agama, ras, suku, dan budaya. Berangkat pada bulan Maret 2018, walau waktu tersebut mengatakan bahwa kita sudah telat (kelas dimulai pada bulan februari). Kami tetap teguh untuk melanjutkan impian kami, melanjutkan kuliah di luar negeri-Taiwan. Perkara kami menemui beberapa halangan karena kepengurusan visa kami ialah visa kolektif atau secara bersama-sama.
Masih teringat akan sebuah rasa yang sekarang hanyalah fatamorgana, pada pagi pertama di Taiwan yang sungguh merindukan, menyejukkan, dan membuat degub jantung ini menjadi semakin cepat. “Wah ini Taiwan atau Indonesia dalam versi 10 tahun yang akan datang?” pikirku sembari hati ini bergelora. Angin yang berhembus kali itu seraya menitipkan semangat akan cinta sebuah perjuangan, “kita akan berjuang demi kemajuan negara kami, dan demi melawan kebodohan.” Andaikan Mas Marko Kartodikromo masih hidup pasti beliau akan mengatakan “O God! Wat een prachting panorama! Vind je niet?”
Kami semuanya merupakan kandidat mahasiswa Short-Term Program antara UNS dan CSU. Setengah mengambil hotel and restauran management dan setengahnya lagi mengambil internasional bisnis. Demi membawa perubahan dan meningkatkan taraf pendidikan yang kami dapatkan kami semua merelakan rumah, bertolak jauh dari rumah hunian yang mana akan selalu kita nantikan ketika berada di jarak yang jauh. Berbangga hati sekali kami mendapatkan kesempatan belajar di Kampus CSU yang berada di Kaohsiung, Taiwan.

Taiwan dan Perjuangannya

Sejauh yang kami tahu tentang Taiwan. Berawal pada tahun 2011 di mana angka kelahiran bayi pada tahun tersebut ialah 0,9. Kemudian sesampai pada tahun 2016, Dewan Pembangunan Nasional melaporkan angka kelahiran bayi pada tahun tersebut ialah 1,2 . Angka kelahiran tersebut berarti 1,2 bayi yang lahir tahun itu per 1.000 wanita berusia 15 hingga 49 tahun. Berbagai macam usaha sudah dilakukan namun tetap tak dapat menyelesaikan masalah, dengan dalih mahalnya biaya asuh anak, fokus pada karir yang juga mencakup jam kerja yang panjang dari calon keluarga, dan ragu menikah tanpa uang karena biaya hidup dan properti mahal.
Taiwan merupakan negara dengan basis Industri. Sangat minimnya angka pertumbuhan penduduknya akan mempengaruhi perputarannya roda Industri, jangka panjangnya akan berakibat fatal kepada perekonomian negara.
Tidak hanya sampai pada Industri saja. Dunia pendidikanpun juga mengalami keterpurukan, banyak kampus yang harus tutup karena diputusnya subsidi dari pemerintah karena kurangnya mahasiswa. Maka tak ayal lagi banyak kampus di Taiwan ini yang melakukan peleburan satu dengan yang lain supaya tetap bisa beroperasi.
Beruntung Taiwan memiliki Presiden Perempuan yang sangat lihai dalam berdiplomasi. Tsai Ing-Wen membuat gebrakan untuk mengentaskan masalah tersebut ialah New South Bond Policy bersama dengan 18 negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Australia. Tujuannya ialah meningkatkan kerja sama serta meningkatkan pertukaran. Termasuk juga pertukaran pelajar.
Kementerian Pendidikan Taiwan dengan adanya New South Bond Policy membuat target untuk meningkatkan mahasiswa internasional dari tahun 2019 sebanyak 58.000 dan meningkat lagi pada tahun 2020 sebesar 150.000 dengan anggaran sebesar 1 Milyar NTD atau setara 32 juta USD.
Berdasarkan data tersebut barangkali kami, ah, saya dapat bertatap muka secara langsung dan belajar dengan beliau pastilah nikmat tiada terkira. Kebudayaan Taiwan, Sejarah Taiwan, Politik Taiwan, serta Teknologinya Taiwan.

Short Term Program Selesai

Berbangga hati sekali kami dapat menyelesaikan program Short Term ini dengan tanpa ada yang kurang dari benak kami, walau ada 1 yang sudah pulang terlebih dahulu dikarenakan ada keperluan di rumah. Kami di Taiwan sudah belajar banyak, belajar dari apa yang ada di sekitar kami. Termasuk juga membaca objek yang ada di sekitar mata dan telinga kami. Walau Taiwan hanyalah negara dengan SDM yang sedikit dan luas wilayahnya yang relatif kecil, mereka bisa maju, dibandingkan Indonesia dengan semua yang dimilikinya.
Malam hari pukul 8 malam waktu setempat, tiada angin yang akan mengabarkan apa yang akan terjadi setelahnya. Berbondong-bondong kami berdatangan ke ruang masak dormitory kampus CSU yang tidak lain ialah lantai 1. Banyak lirikan mata dari orang Taiwan yang sedang duduk-duduk di loby melihat kami berkumpul, lesehan di lantai.
Bertepatan dengan tanggal 14 Januari di mana hari tersebut adalah hari terakhir diadakan kelas pada semester terakhir program kami berkumpul dan sebut saja lesehan.  Melaksanakan syukuran dengan alakadarnya, namun yang jelas kita tetap memakai kebudayaan Indonesia tercinta. Syukuran ataupun khajatan, ya kita pasti pakai tumpeng. Terbayang bukan bagaimana rasanya suasana dan forum saat itu? Kemudian gitarpun mulai dipetik, dengan riangnya kami kemudian menyanyikan lagi dari sang maestro Iwan Fals, “kemesraan ini… janganlah cepat berlalu~”
Dari sudut sana ada yang bilang “Mas nambah gorengan, ampun supe di bakar nggih!” pecahlah sudah tiada terkira.

Tumpeng

Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut; karena itu disebut pula ‘nasi tumpeng’. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum/ khajatan umum.
Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan).

Cinta

Kami di sini sudah menjadi seperti keluarga, kedua setelah di Indonesia. Berada jauh dari rumah di Indonesia, mempunyai nasib yang sama, Mahasiswa Short-Term Program yang tidak boleh bekerja, maka karena kita tidak punya pendapatan sendiri kita sudah sepatutnya saling beri-menerima, ingat bukan beri-memberi, bagaimana caranya yang kekurangan akan memberi kalau tiada yang bisa diberikan? Sedang beasiswa itu secukupnya, pun kami harus membayar biaya kuliah. Akhirnya kami menjadi senasib sepenanggungan.
Masih ada sebuah pepatah yang datang dari masa Hindia Belanda-entahlah itu namanya dari Indonesia pada masa lampau atau Belanda. "Het medelij-den is een brug,  die naar de liefde leidt” (kasihan itu jembatan menuju cinta). Untuk kalian yang sudah selesai dalam program ini tidak melanjutkan studi lagi di Taiwan, “selalu ingat keluarga kedua mu yang selalu mencitaimu di sini, doakan kami yang akan melanjutkan program S2 ini dapat diberi jalan!”
Tidak semudah itu ferguso! Ini belum selesai. Biar kami akhiri dengan lebih kekinian, see you on top saudara! Hiyahiyahiya!











Akhmad Zaed, pegiat dan pecinta kopi aseli Wonosobo, mahasiswa Cheng Shiu University, Kaohsiung, Taiwan. Mahasiswa pergerakan alumni D3 Teknik Mesin di Universitas Sebelas Maret.

share with URL ^_^ . Keep Reading >> http://MedanSuar4.blogspot.com/

Comments

Popular posts from this blog

Wonosobo dan Kebebasan

Burung Kuning Terbang Indah Sekali